Balasan Bagi Seseorang yang Sengaja Membatalkan Puasa
Balasan bagi orang yang membatalkan puasa dengan sengaja adalah dosa besar karena telah melanggar perintah Allah SWT. Sebagian besar ulama mewajibkan untuk membayar kafarat sebagai hukumannya. Berikut hal-hal yang menyebabkan seseorang wajib membayar kafarat jika sengaja membatalkan puasa.
Namun, ada golongan orang yang tidak diwajibkan membayar kafarat meskipun membatalkan puasa dengan sengaja. Orang-orang dalam golongan ini adalah sebagai berikut.
Dikutip dari kitab Faidhul Qadir, Syekh Abdurrauf Al-Munawi menjelaskan, puasa qada tidak dapat menjadi pengganti puasa satu hari di bulan Ramadan. Satu hari puasa di bulan Ramadan tidak sama keutamaannya dengan puasa di luar bulan Ramadan meskipun dilakukan secara terus menerus.
Dosa yang dilakukan pada satu hari di bulan Ramadan tidak bisa hilang, sedangkan qada yang dilakukan untuk Ramadan tidak dapat menyamai keutamaan puasa Ramadan. Oleh karena itu, celaka bagi orang-orang yang sengaja meninggalkan puasa di bulan Ramadan tanpa udzur syar'i.
Muntah yang Tidak Membatalkan Puasa
Puasa tidak batal jika muntah terjadi karena tidak disengaja. Muntah ini merupakan muntah yang tidak dapat dikendalikan atau disebut juga sebagai muntah yang menguasai diri. Jadi, ketika muntah yang terjadi secara tidak disengaja, maka hukumnya adalah sah untuk lanjut berpuasa.
Muntah yang tidak dapat membatalkan puasa juga dapat meliputi muntah yang bergerak turun kembali dengan sendirinya.
Untuk mengantisipasi muntah yang terjadi, baik disengaja maupun tidak disengaja, ada baiknya untuk mengetahui apa penyebab seseorang bisa mengalami muntah. Berikut ini beberapa penyebab seseorang bisa muntah:
Beberapa jenis infeksi dan virus bisa menjadi penyebab muntah dan mual. Seseorang bisa terkena racun ketika menelan makanan atau minuman yang mengandung virus, toksin, atau bakteri, seperti Salmonella dan Escherichia coli.
Virus gastrointestinal lainnya, seperti norovirus atau rotavirus dapat terjadi karena adanya kontak dekat dengan seseorang yang sakit.
GERD merupakan salah satu penyebab seseorang mengalami muntah yang paling sering ditemukan. Sakit maag atau penyakit refluks gastroesofagus (GERD) bisa menyebabkan isi perut kembali ke kerongkongan saat makan. Hal ini menciptakan sensasi terbakar yang menyebabkan mual dan muntah.
Gastroparesis dapat membuat perut mengosongkan diri jauh lebih lambat dari yang seharusnya terjadi. Gangguan ini menyebabkan adanya beberapa gejala yang mencakup mual, muntah, merasa mudah kenyang, dan pengosongan lambung yang lambat.
Gastritis merupakan peradangan di lapisan pelindung lambung. Kondisi ini bisa disebabkan oleh infeksi bakteri saluran pencernaan.
Infeksi bakteri paling umum yang menyebabkan gastritis yaitu H. pylori, yaitu bakteri yang dapat menginfeksi lapisan lambung. Gejala yang terjadi bisa mual, muntah, perasaan penuh di perut bagian atas terutama setelah makan, dan gangguan pencernaan.
Mabuk perjalanan atau mabuk laut bisa terjadi akibat perjalanan kendaraan yang bergelombang. Gerakan ini bisa menyebabkan pesan yang dikirimkan ke otak tidak sinkron dengan indra, sehingga menyebabkan mual, pusing, atau muntah.
Saksikan video di bawah ini:
Video: Warga RI Mau Good Looking, Industri Kosmetik RI Makin Glowing
Hukum Puasa Arafah Tanpa Tarwiyah
Dilansir detikHikmah, tidak dijumpai adanya dalil shahih yang mengkhususkan pelaksanaan puasa Tarwiyah. Para ulama pun menyandarkan pelaksanaannya pada hadits keutamaan beramal pada 10 hari pertama Dzulhijjah.
Hadits yang dimaksud adalah sebagai berikut:
مَا مِنْ أَيَّامِ العَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ العَشْرِ فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ : وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعُ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ
Artinya: "Tiada hari-hari yang amalan shalih di dalamnya lebih dicintai oleh Allah daripada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Para sahabat bertanya, 'Tidak pula jihad di jalan Allah?' Rasulullah menjawab, 'Tidak juga jihad di jalan Allah. Kecuali seorang yang keluar dengan membawa jiwa dan hartanya dan dia tidak kembali setelah itu (mati syahid).'" (HR Bukhari no 969 dan Tirmidzi no 757).
Di samping itu, hadits yang menyebutkan keutamaan puasa Tarwiyah dihukumi dhoif atau bahkan palsu oleh para ulama. Hadits tersebut berasal dari Ali al-Muhairi dari at-Thibbi dari Abu Sholeh dari Ibnu Abbas RA. Hadits yang dimaksud adalah:
مَنْ صَامَ الْعَشْرَ فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ صَوْمُ شَهْرٍ ، وَلَهُ بِصَوْمٍ يَوْمِ التَّرْوِيَةِ سَنَةٌ ، وَلَهُ بِصَوْمٍ يَوْمِ عَرَفَةَ سَنَتَانِ
Artinya: "Siapa yang puasa 10 hari, maka untuk setiap harinya seperti puasa sebulan. Dan untuk puasa pada hari tarwiyah seperti puasa setahun, sedangkan untuk puasa hari Arafah, seperti puasa dua tahun."
Ibnul Jauzi berkata mengenainya,
وهذا حديث لا يصح . قَالَ سُلَيْمَانَ التَّيْمِيِّ : الطبي كذاب . وَقَالَ ابْن حِبَّانَ : وضوح الكذب فيه أظهر من أن يحتاج إلى وصفه
Artinya: "Hadits ini tidak shahih. Sulaiman at-Taimi mengatakan, 'at-Thibbi seorang pendusta'. Ibnu Hibban menilai, 'at-Thibbi jelas-jelas pendusta. Sangat jelas sehingga tidak perlu dijelaskan.'"
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwasanya seorang muslim boleh berpuasa Arafah tanpa didahului puasa Tarwiyah. Perlu dicatat bahwasanya puasa Arafah bagi orang yang tidak berhaji hukumnya sunnah.
Namun, untuk jemaah haji yang pada 9 Dzulhijjah sedang wukuf di Arafah, disunnahkan untuk tidak berpuasa. Dikutip dari buku Amalan Awal Dzulhijjah hingga Hari Tasyrik oleh Muhammad Abduh Tuasikal, Imam An-Nawawi berkata,
"Adapun hukum puasa Arafah menurut Imam Syafi'i dan ulama Syafi'iyah: disunnahkan puasa Arafah bagi yang tidak berwukuf di Arafah. Adapun orang yang sedang berhaji dan saat itu berada di Arafah, menurut Imam Syafi'i secara ringkas dan ini juga menurut ulama Syafi'iyah bahwa disunnahkan bagi mereka untuk tidak berpuasa karena adanya hadits dari Ummul Fadhl." (Al-Majmu 6:428)
Hadits Ummul Fadhl yang dimaksud Imam Nawawi redaksinya adalah sebagai berikut:
عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ بِنْتِ الْحَارِثِ أَنَّ نَاسًا تَمَارَوْا عِنْدَهَا يَوْمَ عَرَفَةَ فِي صَوْمِ النَّبِي وَسَلَّمَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ هُوَ صَائِمٌ وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَيْسَ بِصَائِمِ فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِقَدَحٍ لَبَنٍ وَهُوَ وَاقِفُ عَلَى بَعِيرِهِ فَشَرِبَهُ
Artinya: "Dari Ummul Fadhl binti Al-Harits, bahwa orang-orang berbantahan di dekatnya pada hari Arafah tentang puasa Nabi. Sebagian mereka mengatakan, 'Beliau berpuasa.' Sebagian lainnya mengatakan, 'Beliau tidak berpuasa.' Maka Ummul Fadhl mengirimkan semangkok susu kepada beliau, ketika beliau sedang berhenti di atas unta beliau, maka beliau meminumnya." (HR Bukhari no 1988 dan Muslim no 1123)
Hukum Tidak Puasa di Bulan Ramadhan Bagi Pemudik
Bulan Ramadhan merupakan momen istimewa bagi umat Islam untuk menjalankan ibadah puasa. Namun, bagi sebagian orang, momen ini diiringi dengan tradisi mudik, perjalanan panjang untuk kembali ke kampung halaman. Dilema pun muncul, bagaimana hukum tidak puasa bagi pemudik?
Artikel ini akan membahas tuntas mengenai hukum tidak puasa di bulan Ramadhan bagi pemudik, berdasarkan dalil agama dan fatwa ulama. Kami akan mengulas berbagai situasi yang memungkinkan pemudik untuk tidak berpuasa, serta konsekuensi dan kewajibannya.
Baca juga: Tips Mudik Sehat dan Aman: Perjalanan Selamat
Hal yang memperbolehkan untuk gak puasa
Islam merupakan agama yang memudahkan. Puasa memang wajib, namun ada beberapa golongan yang diperbolehkan untuk gak berpuasa. Menurut situs NU Online, golongan ini disebutkan secara detail oleh Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani dalam Kasyifatu Saja.
"Enam orang berikut ini diperbolehkan berbuka puasa di siang hari bulan Ramadan. Mereka adalah pertama musafir, kedua orang sakit, ketiga orang jompo (tua yang tak berdaya), keempat wanita hamil (sekalipun hamil karena zina atau jimak syubhat. Kelima orang yang tercekik haus (sekira kesulitan besar menimpanya dengan catatan yang tak tertanggungkan pada lazimnya menurut Az-Zayadi, sebuah kesulitan yang membolehkan orang bertayamum menurut Ar-Romli)-serupa dengan orang yang tercekik haus ialah orang yang tingkat laparnya tidak terperikan-, dan keenam wanita menyusui, baik diberikan upah atau sukarela (kendati menyusui bukan anak Adam, hewan peliharaan misalnya)."
Enam golongan tersebut diperbolehkan untuk meninggalkan puasa karena memang memiliki uzur. Walau begitu, wajib juga hukumnya untuk mengganti puasa tersebut.
Karenanya, dapat disimpulkan bahwa jika gak memiliki uzur atau alasan apa pun, maka hukumnya dosa kalau meninggalkan puasa. Ini karena mereka secara sengaja meninggalkan sebuah kewajiban.
Sebaiknya, jika sudah memenuhi syarat, maka berpuasalah sesuai syariat agama Islam. Puasa di bulan Ramadan hukumnya wajib untuk umat muslim. Semoga informasi di atas bisa jadi pengetahuan baru untukmu, ya!
Baca Juga: Hukum Menonton Mukbang saat Puasa, Bikin Batal?
Puasa Ramadan (Ramadhan) merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dikerjakan semua muslim. Meski begitu, ada sebagian orang yang sengaja membatalkan puasa Ramadan tanpa ada udzur syar'i.
Membatalkan puasa dengan sengaja tanpa udzur Syar'i hukumnya haram dan berdosa. Bagi seorang muslim yang melakukan hal tersebut dengan sengaja, maka harus menanggung konsekuensinya dengan mengganti puasa yang ditinggalkan di luar bulan Ramadan.
Lantas, bagaimana hukumnya jika seseorang membatalkan puasa dengan sengaja tanpa alasan yang dibenarkan syariat?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Langkah-langkah Mengganti dan Mengqadha Puasa yang Ditinggalkan
Untuk mengganti dan mengqadha puasa yang ditinggalkan, ada beberapa langkah yang perlu diikuti sesuai dengan ajaran Islam.
Batas waktu untuk mengganti puasa Ramadan yang ditinggalkan juga perlu diperhatikan. Setiap orang yang memiliki puasa yang belum dikerjakan dari bulan Ramadan sebelumnya harus segera menggantinya sebelum Ramadan berikutnya tiba.
Jika puasa Ramadan yang ditinggalkan tidak diganti sebelum Ramadan berikutnya, maka seseorang tetap wajib untuk menggantinya di lain waktu dan membayar fidyah.
Selain mengganti puasa yang ditinggalkan, ada juga opsi untuk membayar fidyah sebagai pengganti puasa bagi orang yang tidak mampu menjalankan puasa. Fidyah berupa pemberian makanan kepada orang yang berhak menerima atau sejumlah tertentu uang sebagai pengganti setiap hari puasa yang ditinggalkan.
Baca juga: Ketentuan Puasa Ramadan Bagi yang Melakukan Perjalanan Mudik
Penjelasan Mengenai Fidyah dan Kewajiban Mengganti Puasa yang Ditinggalkan
Fidyah dan mengqadha puasa merupakan konsekuensi yang harus dilakukan oleh seseorang yang meninggalkan puasa Ramadhan tanpa uzur (alasan syar'i yang dibenarkan). Berikut penjelasan mengenai keduanya:
Fidyah secara bahasa berarti tebusan. Dalam konteks puasa, fidyah adalah denda berupa makanan pokok yang diberikan kepada fakir miskin sebagai pengganti puasa yang ditinggalkan.
Besaran fidyah disetarakan dengan satu mud (sekitar 650 gram) makanan pokok yang biasa dikonsumsi di daerah tempat tinggal orang yang wajib fidyah. Misalnya, bisa berupa beras, gandum, atau kurma.
Mengqadha puasa berarti mengganti puasa yang tertinggal di luar bulan Ramadhan. Ini adalah kewajiban bagi semua orang yang meninggalkan puasa Ramadhan tanpa uzur.
Tata Cara Mengqadha Puasa:
Konsultasikan dengan ulama terpercaya untuk mendapatkan penjelasan lebih rinci terkait kondisi khusus Anda. Lunasi hutang puasa Ramadhan sesegera mungkin. Menjaga niat dan ketulusan saat menjalankan puasa qadha.
Baca juga: 5 Cara Berbuka Puasa Dalam Perjalanan Mudik Lebaran
Dengan demikian, penting bagi para pemudik untuk memastikan kondisi kendaraan dalam keadaan prima sebelum memulai perjalanan mudik, terutama di bulan suci Ramadhan.
Melakukan perawatan kendaraan seperti servis oli, cek aki, dan kondisi ban dapat menjadi langkah preventif yang sangat penting untuk menghindari masalah di tengah perjalanan.
Untuk memastikan kelancaran perjalanan mudik Anda, Astra Otoshop siap membantu dengan menyediakan berbagai produk suku cadang kendaraan berkualitas. Anda dapat memperoleh oli, aki, atau ban sebagai cadangan spare parts yang dapat berguna dalam situasi darurat.
Jangan ragu untuk menghubungi kami melalui layanan konsultasi 24 jam di Astra Otoshop. Anda dapat menghubungi kami melalui telepon di 1500015 atau melalui WhatsApp di nomor +62895351500015. Persiapkan kendaraan Anda sekarang dan jalani perjalanan mudik dengan aman dan nyaman. Selamat berkendara!
tirto.id - Bagaimana hukum menonton film dewasa di siang hari saat puasa Ramadhan? Apalah hal ini dapat membatalkan puasa? Kemudian, jika seorang muslim menonton film dewasa, akankah sholatnya tidak diterima selama 40 hari?
Puasa mengajarkan kita untuk senantiasa menahan diri, baik dari makan dan minum maupun nafsu lainnya. Secara bahasa (etimologi), puasa atau shiyam berarti menahan diri. Sementara itu, secara terminologi, puasa berarti menahan secara khusus dari sesuatu yang khusus, pada waktu yang khusus dari orang yang khusus.
Arti puasa menurut Abu Abdillah Muhammad bin Qasim Al-Ghazi dalam Fathul Qarib Al-Mujib, menyebutkan secara syara', puasa adalah "menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan, misalnya keinginan untuk bersetubuh dan keinginan perut untuk makan, semata-mata karena taat kepada Allah, dengan niat yang telah ditentukan, mulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari, dan dilakukan oleh seorang muslim yang berakal, suci dari haid, nifas, suci dari melahirkan serta tidak ayan dan mabuk pada siang hari”.
Terdapat sejumlah perkara, sejumlah 8 hal, yang bisa membatalkan puasa. Namun, di sana tidak tercantum menonton film dewasa. Lantas, bagaimana hukum menonton film dewasa ketika sedang berpuasa di siang hari? Apakah dapat membatalkan puasa?
Hukum meninggalkan puasa secara sengaja
Jika ada umat muslim yang meninggalkan puasa secara sengaja, maka hukumnya adalah dosa besar. Para ulama memiliki pendapat yang sama terkait persoalan ini, bahkan beberapa ulama pun menyatakan bahwa pendapatnya ini berdasarkan hasil ijma'.
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Syeikh Islam Ibnu Taimiyah-rahimahullah berkata bahwa, "Apabila ada yang sengaja meninggalkan puasa, maka diberi sanksi sesuai keputusan pemimpin, kecuali bila ia belum atau perlu diajari dulu,” (Al Fatawa Al Kubro: 473).
Ibnu Hajar Al Haitsami rahimahullah juga menyebutkan, "Tidak mengerjakan puasa satu hari saja atau merusak puasa dengan jima’ dan bukan karena sakit atau bepergian, maka termasuk dosa besar ke-140 dan 141,” (Az-Zawajir: 323).
Dapat dikatakan bahwa meninggalkan puasa secara sengaja, hukumnya memang gak diperbolehkan dan akan mendapatkan dosa besar. Walau begitu, Allah merupakan dzat yang maha pemaaf, sehingga jika kamu pernah dengan sengaja meninggalkan puasa, maka segeralah bertaubat.
Syeikh Ibnu Baaz berkata, "Barang siapa yang meninggalkan puasa satu hari di bulan Ramadan tanpa uzur yang syar’i, maka dia telah melakukan kemungkaran besar. Namun apabila dia bertaubat, maka Allah menerima taubatnya. Dia wajib bertaubat dengan kejujuran dan penyesalan masa lalu, bertekad tidak mengulanginya, mengucapkan istigfar sesering mungkin, dan meng-qadha’ hari yang ditinggalkan."
Allah selalu membukakan pintu taubat untuk hamba-Nya yang memang ingin bertaubat. Jika sudah bertaubat, maka tanamkanlah komitmen dalam diri sendiri untuk gak mengulangi perbuatan itu lagi. Puasa Ramadan hukumnya memang wajib untuk dilaksanakan umat muslim yang sudah memenuhi syarat wajib puasa.
Daily Backpack Tas Ransel Canvas Sekolah by Atva
Tas backpack berukuran medium ini terbuat dari bahan kanvas fabric yang premium. Cocok untuk aktifitas harian seperti sekolah, kuliah, ataupun hangout, karena desainnya sangat chic dan kekinian, beda dari yang lain!
Pada bagian dalam tas cukup luas, muat banyak barang-barang, juga ada saku-saku untuk menyimpan gadget dan peralatan kecil lainya.
Dilengkapi dengan kompartemen utama, slot gadget organizer, serta saku samping kanan dan kiri. Puring berbahan katun, sehingga anti lecet. Terdapat 6 pilihan warna kekinian yang anti mainstream yang siap ZALORAns bawa ke sekolah!